Malam ini, udara diluar sangatlah dingin
Aku melihat keluar jendela
Aku ingin pergi keluar, tapi aku tak yakin ingin kemana
Beberapa temanku membuat acara, menghabiskan malam mereka
hingga pagi bersama
Aku enggan untuk bergabung
Meski aku berada didalam percakapan ramai mereka, aku tetap
sendirian
Jadi aku putuskan aku dirumah saja, kemudian aku berlari
keruang tengah
Kakekku itu,
Dia melamun, melihat api yang melambai-lambai didalam
perapian
Sepertinya sudah bertahun-tahun ia tetap duduk disini
Kursi yang bersamanya tak lebih muda darinya
Meskipun ia sedang bersandar, tetap saja terlihat sedang
membungkuk
Aku duduk dilantai, tepat didepan perapian
Disini rasanya seperti terbakar
“apa kau tidak kepanasan?” aku membukanya
Ia hanya melirik kearahku, kemudian berpaling pada para api
yang membara disana
“merah itu, bukankah tak ada yang bisa membuatmu merasa
panas seperti ini selain dia?”
Beberapa detik aku pandangi wajahnya, sepertinya sekalipun
ia tak pernah berkedip
Aku hanya menduga-duga, apa yang ada dipirannya
Tiba-tiba saja aku ingat sesuatu,
Dia pernah mengatakan padaku, jika aku adalah mawar miliknya
yang sangat berharga
Namun dihari kemudian setelah ia mengatakannya, aku melihat
ia menangis
Jantungku berdetak lebih cepat dari pada tadi
Siapkah aku untuk menanyakannya?
Aku benar-benar tak ingin melukai perasaannya
Tapi aku sungguh ingin tahu
Jadi aku,
“apa kau ingat tentang mawar?”
Ia tak melihatku, ekspresi wajahnya berubah
Aku ketakutan hingga ingin menangis
“mawar ya? Apa kau ingin mendengarnya?”
Lubang yang mengganggu hatiku, sekarang terasa penuh
Aku tak mengira, ternyata ia tak marah
“ya, aku ingin!”
Dengan semangat aku segera menyiapkan konsentrasiku
Wajah sedih itu membuatku sedikit menyesal
“mawar,”
“mawar itu berbeda dengan yang lain, dan keberadaanya
sungguh sulit kujangkau”
“aku pergi, melewati banyak rintangan dan hampir mati.
Bahkan saat tiba ditempatnya, ribuan duri ingin menguliti tubuhku. Hadiahnya,
aku berhasil mendapatkannya”
“aku sungguh ingin menjaganya, aku telah menyiapkan vas yang
indah dan air yang bersih untuknya”
“aku membawanya dengan sangat hati-hati. Aku sangat senang,
saking senangnya aku menangis”
“setibanya dirumah, mawar itu telah mati mengering. Dan apapun
telah coba aku lakukan”
“hingga aku pergi lagi, dan merasa sakit lagi untuk
mengembalikan ia ketempatnya, tapi dia tetap mati”
Bibirnya setengah tersenyum,
Membuat jantungku berdetak cepat lagi, malah rasanya ingin
meledak
Aku tak berani membayangkan apa yang ada didalam hatinya
Kenapa harus ada senyuman?
Bukankah itu sungguh menakutkan?
Apa dia ingin menutupi kesedihannya, ataukah
Ia tersenyum karna kebodohannya saat itu?
Aku tak ingin masuk kedalam suasana gelap yang ia buat
“apa ceritanya hanya sesingkat itu?”
Aku berusaha merubah hati menjadi sedikit kesal padanya
Seakan aku tak cukup puas mendengar ceritanya yang
benar-benar singkat
Tapi, sesungguhnya aku paham, aku mengerti apa yang terjadi
Aku tak ingin, jika sekarang aku tak sengaja mengeluarkan
air mataku
‘hhehe.. iya memang”
“memang hanya segitu”
Ekspresinya kembali tenang,
Tatapannyapun kembali, memandangi api didalam perapian itu
Aku terpaku sangat lama disana
Ia pun juga tidak berbicara lagi
Campur aduk rasanya,
Aku berfikir jika aku tetap disini, aku hanya akan menambah
rasa sakit dihatinya
Aku berdiri, dan berbalik
“trimakasih,”
“telah mencintaiku”
Kemudian aku berjalan pergi dari ruangan itu
Aku tahu dia melihat kearahku
Akupun tahu ia memanggilku, suaranya samar hampir tak
terdengar
Tapi aku tak tahu itu benar suaranya, atau hanya fikiranku
saja
Aku berusaha menahan diri untuk tak menoleh kebelakang lagi
0 komentar:
Posting Komentar